Profil Pendiri Pesantren Al-Hamidiyah
Tahukah
kalian, Siapa pendiri Pesantren Al-Hamidiyah ?
Namanya
KH. Achmad Sjaichu lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sjaichu. Kyai
Sjaichu merupakan tokoh agama yang sangat dikenal
masyarakat, sekaligus pendiri Pesantren Al-Hamidiyah Depok.
Kota
Surabaya tepatnya di daerah Ampel yang merupakan tanah kelahiran beliau, pada
hari Selasa Wage, 29 Juni 1921. Ayahnya bernama H. Abdul Chamid dan
Ibundanya bernama Ny. Hj. Fatimah. Beliau adalah putra bungsu dari dua
bersaudara dan kakaknya bernama Achmad Rifa'i.
Pada usia 7 tahun, Kyai Sjaichu sudah menghatamkan Al-Qur'an 30 Juz. Selain belajar agama, Kyai Sjaichu melanjutkan pendidikan sekolahnya ke Madrasah Taswirul Afkar, madrasah ini dikenal sebagai cikal bakal Nahdlatul Ulama dan melanjutkan ke tingkat pendidikan berikutnya ke sekolah Madrasah Nahdlatul Wathan. Di Nahdlatul Wathan ia dibimbing seorang guru yang sangat mempengaruhi perkembangannya semasa dia sekolah, yaitu KH. Abdullah Ubaid. Selain itu ia juga berguru kepada KH. Ghufron untuk belajar ilmu Fiqh.
Sekolah sambil
bekerja sudah menjadi pola hidup pria berdarah surabaya ini. Setamat
dari Nadlatul Wathan, ia bekerja di bengkel Marina milik Angkatan Laut.
Selama bekerja dibengkel itu, ia melakukan kegiatan dakwah di lingkungan
kawan-kawan sekerja.
5
Januari 1945, yaitu tepat pada usianya ke 24 tahun, Kyai Sjaichu mempersunting
Solchah yang merupakan putri Mohamad Yasin. Dari Ny. Solchah, KH. Achmad
Sjaichu dikaruniai 10 putra-putri, 2 diantaranya meninggal ketika masih bayi.
Sesudah
berkeluarga, ia membuka home industry sepatu di rumahnya, dengan 15 orang
karyawan. Sjaichu sendiri yang memasarkan ke seantero Surabaya. Sambil
berdagang, ia juga aktif mengajar bahasa Arab dan Inggris kepada beberapa
pemuda yang sering datang ke rumahnya.
Tahun
1948, merupakan awal mula Kyai Sjaichu terlibat di organisasi NU. Mulailah ia terjun sebagai
pengajar di Madrasah NU. Di samping mengajar, ia juga menjadi ketua ranting NU
Karang Menjangan. Pada kepengurusan NU cabang Surabaya periode 1948-1950, ia
ditunjuk sebagai salah satu ketua Dewan Pimpinan Umum (Tanfidziyah).
5 November 1958 ia ditunjuk sebagai Ketua
Fraksi NU. Dalam kurun waktu 15 tahun sejak ia menjadi anggota DPRDS di
Surabaya, akhirnya KH. Achmad Sjaichu mencapai puncak karier di gelanggang
politik, dengan menjadi Ketua DPRGR pada tahun 1966.
Sosok
Kepemimpinan Kyai Sjaichu tidak hanya diakui secara nasional, tetapi sampai ke
level internasional. Pengakuan itu terbukti dengan dipilihnya KH. Achmad
Sjaichu sebagai presiden Dewan Pusat Organisasi Islam Asia Afrika (OIAA) dalam
konferensinya yang pertama di Bandung, tanggal 6-14 Maret 1965. KH. Achmad
Sjaichu berhasil mengembangkan misi dakwah Islamiyah dan misi perjuangan bangsa
Indonesia dalam pentas politik internasional.
Setelah sekian lama menekuni dunia politik, beliau terinspirasi untuk mengembangkan minatnya dalam dunia dakwah Islamiyah. Semangat mengembangkan dakwah Islamiyah itulah yang dijadikan motivasi dalam keterlibatannya di pentas politik. Pada tanggal : 27 Ramadhan 1398 H, atau bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 1978, KH. Achmad Sjaichu mendirikan organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah, yaitu Ittihadul Muballighin. Lembaga inilah yang pada akhirnya mengantarkan KH. Achmad Sjaichu menuju terminal pengabdian terakhirnya, yaitu dunia dakwah dan pesantren. Pesantren Al-Hamidiyah yang kini berdiri cukup megah di daerah Depok, merupakan saksi bisu yang menunjukkan betapa besar dan luhurnya cita-cita yang dikandung. KH. Achmad Sjaichu dari Pesantren juga berakhir di Pesantren .